Jumat, 01 Agustus 2014

Engkau Dapati Apa Yang Kau Niatkan


Dalam Islam kita mengenal adanya Rukun Islam, yang terdiri dari Niat, Sholat, Zakat, Berpuasa di bulan Ramadhan dan Pergi Haji bagi yang mampu.
Dari hal tersebut muncul pertanyaan dalam diri saya, mengapa Niat menjadi yang pertama dalam rukun islam? Niat juga harus dibaca saat akan mengerjakan Sholat, membayar Zakat, menunaikan ibadah Umroh dan Haji, bagaimanakah pentingnya Niat dalam diri kita?
Saat seseorang akan melakukan sesuatu, entah itu besar atau kecil selalu ada keinginan dalam hatinya. Keinginan untuk dapat melakukan dan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Sebelumnya, saya telah mencari apa itu pengertian Niat dan berikut kutipannya.

Niat (القصدُ) secara bahasa  adalah "maksud"  dan menurut syara’ adalah


قَصْدُ فعْلِ العبادةِ تَقرُّبًا إلى الله تعالى، بأن يَقْصِد بعملِه اللهَ تعالى دونَ شيءٍ آخرَ، وهذا هو الإخْلاصُ. والعبادةُ إخْلاصُ العملِ بكلّيّتِه لله تعالى
“Maksud mengerjakan sebuah amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt dengan tujuan ibadahnya tersebut hanya Allah swt tidak ada tujuan yang lain dan hal ini disebut pula ikhlas. Ibadah adalah pemurnian amal secara keseluruhan hanya kepada Allah semata.”

Dari pengertian-pengertian di atas, kita dapat mengerti bahwa niat yang berarti maksud adalah apa yang terletak dan terucap dalam hati. Seperti keinginan yang selalu ada dalam setiap hati manusia, tapi akankah keinginan dan niat itu sama??

Yang membedakan keinginan dengan niat adalah kekuatan dan keteguhan usaha untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuannya. Jika seorang murid berkeinginan bisa menjadi pelajar terbaik dalam akademinya dan bisa menjelajah dunia dengan ilmunya, saat itulah terdapat niat dalam dirinya. Tetapi saat seorang murid hanya ingin menjadi terkenal di sekolahnya tanpa usaha untuk dapat meraih prestasi-prestasi terbaik itu hanyalah keinginan saja. Sehingga keinginan identik hanya bersifat sementara, sedangka niat adalah keyakinan dalam diri seseorang untuk dapat mengubah sesuatu. Sesuatu yang berwuju maupun tidak berwujud, sesuatu yang terlihat mungkin maupun yang tidak pernah terpikir sebelumnya.
Dalam hal ini, niat masih selalu berposisi pada kebaikan, perbuatan baik yang disebut juga amalan dan bagaimana dengan orang-orang yang melakukan perbuatan tidak baik atau dosa?

Niat juga bisa berupa keinginan seseorang yang sangat kuat terhadap keburukan orang lain, jatuhnya dan hancurnya kehidupan orang lain. Dalam diri manusia terdapat emosi, yang merupakan reaksi seseorang kepada orang lain atau sebuah kejadian. Kemarahan, kebencian, kedengkian, dan dendam termasuk dalam emosi-emosi manusia. Emosi yang seperti itulah yang membuat manusia untuk berpikir hal-hal buruk dan menodai niatan hati.

Sebagaimana yang disabdakan Rosulullah saw, “Amal itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya untuk setiap orang (akan dibalas) sesuai niatnya".

Sabda Rosulullah saw tersebut dapat kita jadikan sebagai peringatan untuk selalu menjaga dan memperbaiki niatan-niatan yang ada dalam hati kita, karena seperti yang beliau katakan apa yang akan kita dapatkan adalah seperti apa yang kita niatkan. Jika di dalam hati seseorang memiliki niat yang baik, maka kehidupannya juga akan dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan orang-orang disekitarnya. Tetapi saat seseorang memiliki niatan yang buruk kepeada orang lain, maka bukan tidak mungkin keburukan yang sama atau keburukan yang lebih besar akan menimpa dirinya.

Hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؛ قَالَ:
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِذَا هَمَّ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ وَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبْتُهَا لَهُ حَسَنَةً . فَإِنْ عَمَلَهَا كَتَبْتُهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضَعْفٍ . وَإِذَا هَمَّ بِسَيِّئَةٍ وَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ أَكْتُبْهَا عَلَيْهِ. فَإِنْ عَمَلَهَا كَتَبْتُهَا سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Allah Taala berfirman: “ Apabila hambaku berniat hendak mengerjakan suatu kebaikan tetapi tidak sampai dikerjakannya, Aku tuliskan untuknya satu kebaikan. Jika dikerjakannya kebaikan itu maka aku tuliskan untuknya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat. Kalau dia berniat hendak mengerjakan kejahatan dan tidak sampai dikerjakannya, Aku tidak menuliskan apa-apa untuknya. Tetapi kalau sampai dikerjakannya maka Aku tuliskan untuknya hanya satu kejahatan".

Hadits tersebut menjadi kabar gembira bagi setiap kita yang selalu memiliki niat baik, karena apabila tidak dapat melaksanakan karena suatu halangan Allah SWT tetap mencatatnya sebagai satu kebaikan dan apabila kita dapat melaksanakannya mendapatkan 10 kebaikan. Sebaliknya, untuk  seseorang yang memiliki niatan buruk, apabila tidak sampai dilakukan Allah SWT tidak akan mencatatnya tetapi apabila sampai dilaukan maka dicatat sebagi satu keburukan. Hal ini bisa menjadi motivasi untuk terus menjaga dan memperbaiki niat kita. Maha Besar Allah, Yang Maha Pengasih dan Pemurah kepada semua hambanya.

Niat yang murni adalah yang tertuju hanya kepada-Nya, kepada yang satu Allah SWT. Bukan kepada keindahan duniawi, pengakuan maupun pujian orang lain. Niat semata-mata karena Allah dapat merubah yang mubah menjadi bernilai ibadah, seperti halnya belajar untuk mendapatkan ilmu dan dapat mengamalkannya dijalan Allah SWT. Niat yang murni akan sampai pada sebuah keihklasan, Ikhlas yang menjadi ilmu tertinggi dari ilmu-ilmu yang ada.

Menjaga keikhlasan lebih sulit dari melakukan amalan itu sendiri. Tidak jarang seseorang yang melakukan sesuatu dengan niatan baik, ikhlas ditengah jalan niat tersebut berubah menjadi keinginan untuk mendapatkan sesuatu lain yang berbau duniawi. Untuk hal-hal tersebut dalam  Islam juga dikatakan saat kita bersedekah dengan tangan kanan hendaknya tangan kiri tidak mengetahui, secara diam-diam.

Tapi bagaimana dengan lembaga-lembaga penyalur infaq dan sedekah atau masjid yang mengharuskan mencantumkan nama terang si pemberi infaq atau sedekah?

Pertanyaan seperti itu kadang muncul dalam pikiran kita, memahami dari sisi yang positif bahwa lembaga-lembaga tersebut tidak dikelola oleh satu orang saja tetapi dengan banyak anggotanya. Hal tersebut dapat dimaksudkan sebagai transparansi dan pencegahan penyelewangan secara internal dari lembaga-lembaga itu sendiri, karena itulan harus mencantumkan nama tetapi biarlah mereka yang menjadi pengelolanya saja yang mengetahui. Tidak perlu bagi kita untuk menyebarkan apa yang sudah kita infaqkan atau sedekahkan.

Dan bagaimana dengan rasa emosi yang sejatinya menjadi sifat manusia, agar kita dapat menjaga niat dalam hati ??

Islam sangat memahami mengenai emosi yang dimiliki manusia, karena dengan bukan berarti mati rasa. Tetapi tidak seharusnya juga sebagai manusia kita dibenarkan untuk mengumbar-umbar emosi, dengan keyakinan pada Allah SWT, dengan keimanan mengajarkan kita betapa indahnya saat kita dapat mengendalikan emosi  dan kembali pada niat yang baik dan murni.

Seorang anak kecil tidak begitu saja dapat berjalan dan kemudian berlari, begitu juga dengan kita dalam menjaga dan memperbaiki niat dalam hati. Begitu banyak faktor-faktor yang mempengaruhi niat yang lurus menjadi hal yang sia-sia, tetapi dengan terus belajar dan istiqomah, dengan berprasangka baik kepada-Nya bahwa sesuatu yang baik, indah dan membahagiakan selalu ada kesulitan dan pengorbanan selalu layak untuk mendapatkannya.

Untuk-Nya tidak ada pengorbanan yang sia-sia dan bersama kesulitan itu ada kemudahan. 
Dan setelah kesulitan itu ada kemudahan

Tidak ada komentar: